27 Juni 2021

Anak Alergi Susu Sapi? Ini Saran Dokter untuk Konsumsi Susunya

By Fitri Wulandari - tribunnews.com

Kasus alergi protein susu sapi umumnya terjadi pada anak yang tidak mendapatkan Air Susu Sapi (ASI). Dokter Konsultan Alergi Imunologi Anak, Prof. Dr. dr. Budi Setiabudiawan, Sp.A(K), M.Kes, menyarankan agar para ibu bisa memberikan ASI eksklusif pada anak mereka.

Namun jika tidak memungkinkan, ia menyarankan agar para ibu peka dalam melihat kondisi anak, apakah mereka memiliki gejala alergi terhadap susu sapi atau tidak.

Jika memang memiliki alergi namun belum muncul gejala, ibu dapat memberikan susu yang memiliki formula khusus seperti susu dengan Protein Hidrolisa Parsial (PHP).

"Jika bunda tidak dapat memberikan ASI dan si kecil berbakat alergi tapi belum muncul gejala alerginya, maka dapat diberikan susu yang telah diformulasikan secara khusus seperti susu dengan Protein Hidrolisa Parsial," ujar Prof Budi, dalam webinar Morinaga - Kalbe Nutritionals bertajuk 'Atasi Alergi Si Kecil dengan Deteksi Dini', Sabtu (26/6/2021).

Adapun jika gejala alergi susu sapi telah muncul, kondisi ini dapat diatasi melalui pemberian nutrisi medis khusus, satu di antaranya susu dengan isolat protein kedelai (soya).

"Namun jika gejala alergi sudah muncul, dapat diatasi dengan nutrisi medis khusus yaitu susu dengan protein terhidrolisa ekstensif, susu dengan isolat protein kedelai (soya), atau susu asam amino," kata Prof Budi.

Selain itu, alergi pada anak juga dapat berkembang karena dipicu faktor riwayat keturunan atau keluarga yang pernah menderita alergi (faktor genetik). Perlu diketahui, anak-anak merupakan kelompok yang rentan mengalami sederet alergi, termasuk alergi terhadap susu sapi yang akhirnya membuat tumbuh kembang anak tidak berlangsung secara optimal.

Prof Budi menjelaskan bahwa gejala alergi susu sapi yang dialami anak sangat beragam, mulai dari kategori ringan hingga berat. Umumnya gejala ini dapat dirasakan pada tiga organ tubuh, yakni saluran cerna, saluran nafas, dan kulit.

Namun yang paling sering dikeluhkan adalah gejala pada saluran pencernaan, dengan angka anak yang mengalami diare mencapai 53 persen, sedangkan kolik 27 persen.

Terkait anak yang mengalami alergi susu sapi pada saluran nafas, gejala yang dirasakan antara lain asma dan rinitis. "Gejala susu sapi bisa juga mengenai saluran nafas, misalnya batuk-batuk di malam hari ke arah pagi hari. Kejadian gejala di saluran nafas yaitu asma 21 persen, rinitis 20 persen," tutur Prof Budi.

Tidak hanya itu, gejala yang dialami anak yang alergi susu sapi juga bisa dirasakan pada kulit, dengan munculnya eksim atau dermatitis atopik, serta biduran atau urtikaria. "Gejala alergi bisa muncul di kulit, organ ketiga, kebanyakan berupa eksim atau dermatitis atopik sebanyak 35 persen), sedangkan biduran atau urtikaria sebesar 18 persen," kata Prof Budi.

Sementara itu, anak yang mengalami gejala kategori berat berupa sistemik yakni timbulnya anafilaksis pada 11 persen anak dengan kondisi alergi susu sapi.

Ia menyampaikan bahwa alergi susu sapi merupakan salah satu alergi makanan yang paling sering dialami anak-anak di Asia. Sedangkan di Indonesia, kasusnya mencapai 7,5 persen.

Prof Budi menekankan pentingnya untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter jika orang tua melihat anak memiliki gejala alergi ini.

"Jika kondisi alergi terdiagnosis sejak awal dan dapat segera dikonsultasikan ke dokter, maka dapat dilakukan tata laksana yang tepat, sehingga tumbuh kembangnya optimal," tegas Prof Budi.

Ia menambahkan bahwa jika orang tua hanya mendiagnosa sendiri tanpa berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan diagnosis yang tepat, maka bisa muncul sederet dampak negatif.

"Dampak kesehatan (yang dapat dialami anak) yaitu (terhambatnya) tumbuh kembang anak serta meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti hipertensi atau sakit jantung di kemudian hari," kata Prof Budi.

Selain itu, ada pula dampak ekonomi dan psikologis yang harus dihadapi orang tua dan anak.

"Kemudian dampak ekonomi karena harus sering berobat ke dokter, serta dampak psikologis karena bisa timbul stress pada ibu dan anaknya," jelas Prof Budi.

Dalam mendukung program unggulan World Allergy Week, Dewi Angraeni, Business Head Morinaga - KALBE Nutritionals, meyakini bahwa setiap orang tua tentunya menginginkan anak tumbuh secara optimal, meskipun sang anak memiliki kondisi alergi.

Jika tumbuh kembang anak berlangsung optimal, mereka akan aktif dan tumbuh menjadi anak yang berprestasi. Oleh karena itu, ia menilai penting untuk memberikan edukasi kepada para orang tua agar bisa peka dan dapat mendeteksi sejak dini terkait alergi yang dialami oleh anak.

"Orang tua perlu mengetahui bahwa si kecil yang alergi, tetap dapat tumbuh secara optimal dan berprestasi jika alerginya diatasi dengan deteksi secara dini. Untuk itu, Morinaga selalu berkomitmen meningkatkan edukasi dan akses nutrisi melalui program World Allergy Week," kata Dewi.

 

 

Sumber : https://www.tribunnews.com/kesehatan/